Eks Aktivis Jatam Didit Hariadi Bela Mahasiswa Unmul Samarinda: Jangan Ada Justifikasi Politis

Ketua Dewan Pimpinan Daerah Forum Advokat dan Pengacara Republik Indonesia (FAPRI) Provinsi Sulawesi Tenggara, Didit Hariadi, SH., CMCL
39

JAKARTA, – Penangkapan empat mahasiswa Universitas Mulawarman (Unmul) yang ditetapkan sebagai tersangka kepemilikan bom molotov memicu gelombang protes.

Suara pembelaan kini datang dari ranah hukum, dengan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Forum Advokat dan Pengacara Republik Indonesia (FAPRI) Provinsi Sulawesi Tenggara, Didit Hariadi, SH., CMCL., mendesak kepolisian segera membebaskan keempat mahasiswa tersebut.

“Saya meminta agar kepolisian melepas empat mahasiswa tersebut. Saya prihatin dengan kasus ini dan siap membela mereka melalui LBH FAPRI,” ujar Didit.

Didit, yang merupakan mantan aktivis Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) dan pernah menempuh salah satu studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unmul, merasa memiliki ikatan emosional dengan kasus ini. Ia menekankan pentingnya asas praduga tak bersalah—sebuah prinsip fundamental dalam hukum pidana.

“Seseorang dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” kata Didit, mengingatkan bahwa polisi dan penegak hukum wajib membuktikan tuduhan secara transparan, bukan dengan justifikasi politis atau main hakim sendiri.

Ia juga menegaskan, demonstran tidak dapat ditangkap atas nama kebebasan berekspresi. Sanksi terberat yang dapat dikenakan adalah pembubaran, bukan penangkapan.

Penangkapan para mahasiswa ini terjadi sehari sebelum aksi Aliansi Masyarakat Kaltim Menggugat (Mahakam) pada 1 September 2025.

Pihak kepolisian mengamankan 22 mahasiswa di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unmul pada Minggu (31/8/2025). Meskipun 18 di antaranya telah dipulangkan, empat orang sisanya ditetapkan sebagai tersangka.

Didit tidak sendiri dalam perjuangan ini. Ia berkolaborasi dengan Muhammad Jamil, Koordinator Bidang Hukum JATAM, serta LBH FAPRI.

Langkah hukum ini diharapkan dapat menjadi angin segar bagi para mahasiswa yang dituduh terlibat dalam persiapan aksi kekerasan dan membuka kembali diskusi tentang hak mereka dalam menyampaikan aspirasi di muka umum, yang dijamin oleh UUD 1945 Pasal 28E ayat (3) dan UU No. 9 Tahun 1998. (red)

Komentar Pembaca