Diduga Ada Pembiaran Di Lapas Kelas 2A Kendari, Pemuda dan Mahasiswa Sultra Desak Kalapas Dicopot

607

KENDARI – Sepertinya Pemberian predikat Zona Integritas Wilayah Bebas Dari Korupsi (WBK) dari Kementerian Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi kepada Kanwil Kemenkumham Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) jauh dari harapan.

Pasalnya, Lemahnya sistem pengawasan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A membuat kasus peredaran narkoba jaringan lapas di Kendari telah berulang kali terungkap.

Saat ini saja, Kepolisian Daerah Sultra masih terus mendalami dugaan kasus tersangka RF yang mengakui 33 paket sabu yang ditemukan tim Polres Kendari, diperoleh dari seorang Narapidana yang berinisial HN yang sementara ditahan di lapas Kelas II A Kendari dan diduga melibatkan oknum petugas Lapas Kelas II A Kendari. Dengan pengakuan RF cukup menguatkan dugaan bahwa Lapas Kelas II A Kendari selama ini memang tempat bisnis gembong Narkoba di Sultra.

Hal itu disampaikan puluhan mahasiswa dan pemuda yang tergabung dalam Garda Muda Halu Oleo saat menggeruduk Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Tenggara, Senin (22/2/2021).

Aksi Pemuda dan Mahasiswa Sulawesi Tenggara itu mendesak Kementerian Kemenkumham agar mencopot segera Abd Samad dari jabatan yang diembannya sebagai Kalapas Kelas II A Kendari, karena dianggap gagal memberantas peredaran narkoba di lapas Kelas II A Kendari.

Koordinator aksi, Ahmad Sainul mengungkapkan aksi tersebut merupakan bentuk kekecewaan pemuda dan mahasiswa Sultra terkait amburadulnya pengelolaan dan pengawasan di Lapas Kelas II A Kendari di bawah komando Abd Samad.

Sainul pun mengatakan kuat dugaan didalam Lapas Kelas II A Kendari para narapidana dapat mengendalikan bisnis haramnya dari dalam lapas sehingga di dalam Lapas Kelas II A Kendari diduga telah terbangun jaringan Narkoba yang sangat kuat.

” Di dalam lapas yang berada di bawah kendali Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum-HAM) tersebut, para narapidana kasus narkotika yang mendekam di sana, diduga kuat masih sulit terlepas dari penggunaan narkoba dan peredaran barang haram tersebut,” ucapnya.

Lanjut Sainul mengatakan ,dari beberapa pengungkapan yang dilakukan Ditresnarkoba Polda Sultra dan BNNP Sultra, para napi di Lapas Kelas II A Kendari masih bebas memiliki telepon seluler sehingga memudahkan untuk melakukan pengendalian peredaran narkoba.
Tidak heran, para bandar yang selama ini berada di penjara masih bebas menjalankan bisnis haramnya.

Sementara itu di hadapan Massa Aksi dan insan pers
Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham Sultra H Muslim mengatakan bahwa. untuk mencegah peredaran Narkoba Jaringan Lapas dan Rutan, pihaknya melakukan sinergi dengan pihak Polri dan BNNP.

Terkait desakan untuk melakukan rotasi di tubuh Lapas Kelas II A Kendari. H Muslim menegaskan kalau itu bukan wewenang Kanwil tapi wewenang Kementrian di Jakarta. Namun dirinya tidak menampik, dengan adanya Aksi tersebut akan menjadi bahan pertimbangan dan catatan untuk di proses. Dia pun menegaskan akan mempidanakan apabila ada anggotanya yang memfasilitasi peredaran narkoba di lapas.

“Saya menjamin tidak ada satu pun pegawai yang terlibat narkoba aman dari hukum. Semua yang terlibat pasti diproses hukum. Kita semua berkomitmen untuk mengungkap jaringan narkoba dan tidak akan pernah memberikan perlindungan terhadap siapapun yang melaksanakan atau bermain-main memfasilitasi peredaran narkoba di Lapas kelas 2A Kendari akan dijatuhkan hukuman disiplin dan pemecatan, hukumannya berat,” kecamnya

Dilansir dari Kompas.id, kurang dari dua bulan terakhir, telah ada lima kasus peredaran narkotika yang terungkap dan melibatkan narapidana sebagai pengendali. Selain ditangani Polres Kendari, sejumlah kasus ini diungkap oleh Direktorat Reserse Narkoba Polda Sultra hingga Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sultra.

Awal Februari lalu, BNNP Sultra menangkap seorang penjual ikan dengan barang bukti berupa sabu seberat 713 gram. Pelaku LDS (31) diketahui telah beberapa kali menjalankan aksi dengan upah Rp 500.000 setiap kali transaksi. Pengakuan tersangka, ia mendapat perintah dari narapidana yang mendekam di lapas.

Pada Januari lalu, Polda Sultra bahkan menangkap seorang pegawai negeri sipil (PNS) Balai Pemasyarakatan yang ketahuan memiliki sabu seberat 34,23 gram. LU (35), pegawai itu, mengaku dikoordinasi oleh seorang narapidana di lapas. (P2)

Komentar Pembaca