MALANG – Kerusuhan yang pecah di Stadion Kanjuruhan Malang pada Sabtu malam (1/10) hingga Minggu dini hari (2/10) menyisakan banyak cerita pilu.
Melansir dari Jawapos.com, Bagus Pamungkas, wartawan Jawa Pos yang bertugas meliput laga lanjutan Liga 1 antara tuan rumah Arema FC melawan Persebaya Suabaya itu. Laga tersebut berakhir dengan kekalahan 2-3 tuan rumah dari rival klasiknya. Nah, kekalahan itulah yang akhirnya memicu emosi pendukung Arema FC, Aremania, untuk kemudian menyerbu ke dalam lapangan Stadion Kanjuruhan.
Bagus menuturkan, ketika dirinya dan para jurnalis lainnya berupaya keluar dari Stadion Kanjuruhan, gas air mata dilemparkan ke arahnya. Ia berusaha menyelamatkan diri. Saat itulah matanya tertuju pada seorang ibu yang menggendong anaknya. “Ibu paro baya itu sambil menangis menggendong anaknya. ‘Ya Allah anakku gak onok (meninggal),” kata Bagus menirukan ucapan ibu tersebut.
Bagus menambahkan, saat itu keadaan sudah tak terkendali, sehingga korban pun bertumbangan. “Situasinya chaos. Polisi melempar gas air mata ke arah tribun. Kami berupaya memnyelamatkan diri,” ujarnya.
Atas kericuhan itu, polisi memberikan keterangan bahwa terdapat 40 orang meninggal dunia. Namun hingga kini belum ada pernyataan dari pejabat bersangkutan, baik dari Polres Malang atau Polda Jatim terkait jumlah korban meninggal dunia dalam insiden tersebut.
Bagus menuturkan, kondisi di dalam stadion penuh kepanikan. Suporter berhamburan berupaya menyelamatkan diri masing-masing. Namun justru banyak suporter yang kehilangan nyawa di tengah kepanikan yang terjadi. Karena panik, tak pelak terjadi saling dorong, bahkan saling injak, hingga memperparah jatuhnya korban. “Kami para jurnalis memutuskan tinggal untuk menemani dan membantu yang kehilangan,” ujarnya.
Atas kasus itu, PT Liga Indonesia Baru (LIB) selaku operator Liga 1 memutuskan untuk menghentikan BRI Liga 1 2022/2023 selama sepekan. (Sumber: Jawapos)