Kadis Kehutanan Sultra Muhammad Sahid: Kawasan Hutan Terus Dibuka Timbulkan Banyak Dampak Buruk
KENDARIEKPRES.COM, – Sebanyak 88.000 hektarhutan lindung dan 66.000 hektar hutan produksi di Sulawesi Tenggara telah diusulkan turun status ke kementerian terkait. Pengajuan ini ditujukan untuk pemanfaatan secara ekonomi, seperti permukiman serta, utamanya, perkebunan dan pertambangan. Di sisi lain, pembukaan kawasan hutan secara masif menimbulkan dampak bencana tahunan di banyak daerah.
Kepala Bidang Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan Dinas Kehutanan Sultra Beni Raharjo menuturkan, pengusulan perubahan fungsi hutan tersebut telah dikirimkan dan masih dalam proses di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Setelah diterima, pengusulan akan ditelaah dan dikaji ke depannya. Semua wilayah nantinya akan dilakukan penilaian untuk menetukan kelayakan perubahan fungsi hutan yang diusulkan.
”Totalnya itu ada 154.000-an hektar yang tersebar di berbagai kabupaten. Dari Konawe, Konawe Utara, Konawe Selatan, Kolaka, Kolaka Timur, Kolaka Utara, dan Bombana. Semuanya di wilayah daratan Sultra,” tutur Beni, dihubungi dari Kendari, Selasa (29/11/2022).
Dari total 154.000 ha hutan tersebut, Beni menjabarkan, sebanyak 88.000 di antaranya adalah yang saat ini berstatus hutan lindung. Luas hutan lindung yang diusulkan ini bahkan lebih besar dari DKI Jakarta yang memiliki luas 66.233 hektar. Hutan lindung diusulkan berubah fungsi menjadi hutan produksi. Selebihnya, yaitu sebanyak 66.000 ha, merupakan hutan produksi yang diusulkan menjadi hutan produksi yang bisa dikonversi (HPK).
Menurut Beni, pengusulan perubahan fungsi atau penurunan status ini dilatarbelakangi asas pemanfaatan yang lebih luas, khususnya untuk sektor ekonomi dan pembangunan. Hutan lindung yang diubah menjadi hutan produksi nantinya bisa dimanfaatkan untuk perhutanan sosial atau pemanfaatan lainnya dengan izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH). Sementara itu, di hutan produksi yang diubah menjadi HPK, bisa untuk lebih luas lagi, baik permukiman, infrastuktur, maupun untuk korporasi.
”Kalau dibilang ini untuk pertambangan, atau perkebunan, ya, kita tidak menampik. Tapi bukan itu saja karena bisa untuk permukiman ataupun infrastruktur pemerintah. Sejak awal juga kami telah melakukan penilaian kelayakan fungsi hutan. Ini juga baru diusulkan, bisa ditolak, disetujui sebagian atau seluruhnya, dan prosesnya tidak singkat,” tuturnya.
Kepala Dinas Kehutanan Sultra Muhammad Sahid menambahkan, hutan tidak hanya berperan untuk menjaga keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Namun, hutan juga bisa dimanfaatkan untuk kepentingan yang lebih luas. Pemanfaatan tersebut nantinya bisa untuk berbagai bentuk, baik pemukiman, perkebunan, hingga pertambangan.
Meski begitu, pengajuan ini baru sebatas usul dari daerah. Ke depannya, kementerian akan melakukan telaah dan penilaian terhadap kondisi hutan tersebut. Tim terpadu akan turun untuk melihat sejumlah hal untuk menentukan kelayakan hutan berubah fungsi.
Penilaian meliputi jenis tanah, kelerangan, dan curah hujan. Sistem daerah aliran sungai (DAS) juga akan dilihat agar tidak mengganggu fungsi kawasan secara keseluruhan.
”Intinya kita ingin menata ulang hutan yang ada di Sultra agar bisa dimanfaatkan. Kalau bicara dampak, tentu kita khawatir juga. Tapi, kan, ada penilaian yang mana bisa dan mana yang tidak,” tuturnya.
Pembukaan hutan secara masif terus berlangsung di wilayah Sultra. Daerah yang memiliki cadangan bijih nikel 1,8 miliar ton ini menjadi primadona pertambangan di Indonesia. Kawasan hutan terus dibuka, gunung dipapas, yang menimbulkan banyak dampak buruk.
Pada 2019, banjir besar melanda wilayah Konawe dan Konawe Utara selama lebih dari satu bulan. Banjir ini menjadi yang terparah dan menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat. Banjir lumpur terus berulang, baik di Konawe Utara maupun yang terakhir di Kolaka Utara selama tiga tahun terakhir.
Sebelumnya, La Ode Restele, akademisi Universitas Halu Oleo, mengatakan, banyak faktor membuat banjir kian parah. ”Banjir bandang ini akumulasi kerusakan lingkungan. Belum lagi sebagian wilayah Konawe Utara memang termasuk daerah risiko banjir tinggi,” kata peneliti risiko banjir di Konawe Utara pada 2016 ini. (Kompas)