Diduga Cemari Taman Wisata Pulau Labengki, PLH Sultra Desak Gakkum KLHK Usut Aktivitas PT MSSP
KENDARIEKSPRES, – Konawe Utara, sebuah kabupaten di Sulawesi Tenggara, Indonesia, memiliki sumber daya alam yang melimpah, termasuk nikel. Selain sumber daya alamnya, Konawe Utara juga terkenal dengan sektor pariwisatanya, salah satu taman alam paling populer di negara ini, Pulau Labengki.
Pulau ini terkenal dengan kehidupan lautnya yang kaya, terumbu karang yang menakjubkan, dan tempat wisata yang indah yang menarik pengunjung dari seluruh dunia. Dengan sumber daya alam yang melimpah dan daya tarik wisata yang memukau, Konawe Utara menjadi destinasi yang wajib dikunjungi bagi mereka yang ingin merasakan keindahan provinsi Sulawesi Tenggara di Indonesia.
Tempat konservasi ini sebagai habitat beragam jenis terumbu karang dan biota laut. sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Perhubungan dan Perkebunan (Menhutbun) No.45/Kpts-II/1999 tanggal 17 Juni 1999 Pulau Labengki ditetapkan sebagai lokasi pelestarian alam yang bercirikan sebagai taman wisata herbal bahari, dengan tempat delapan puluh satu seluas 800 ribu hektar.
Namun, keberadaan wisata alam di Pulau Labengki terancam oleh aktivitas pertambangan di sekitar kawasan tersebut, menurut Robby Anggata, Ketua Pemerhati Lingkungan Hidup Sulawesi Tenggara (PLH SULTRA). PT MSSP diduga kuat mencemari taman wisata alam Pulau Labengki di Desa Boenaga, Kecamatan Lasolo Kepulauan, Kabupaten Konawe Utara.
Kegiatan penambangan PT MSSP tersebut diyakini berdampak signifikan terhadap lingkungan, antara lain rusaknya terumbu karang dan terganggunya ekosistem laut. Pencemaran akibat kegiatan pertambangan juga dapat mempengaruhi mata pencaharian masyarakat setempat yang bergantung pada perikanan dan pariwisata.
“Area pengerukan bijih nikel tidak jauh dari bibir pantai. Saat hujan deras, air hujan dari tempat PT MSSP mengalir ke perairan taman wisata Pulau Labengki, ini berpotensi membunuh biota laut, jelasnya.
PT MSSP diduga menggunakan dermaga yang berada di kawasan Taman Wisata Herbal Pulau Labengki sebagai tempat pemuatan bijih nikel. Hal ini menimbulkan kekhawatiran dari masyarakat dan para pengunjung terhadap dampak lingkungan yang mungkin terjadi akibat aktivitas penambangan yang dilakukan oleh perusahaan tersebut.
Oleh karena itu, perlu dilakukan pengawasan dan penegakan hukum terhadap aktivitas PT MSSP agar tidak merusak keindahan alam dan keberlangsungan lingkungan di Pulau Labengki.
“Wisata taman alam Pulau Labengki yang seharusnya dijadikan sebagai kawasan penelitian, konservasi dan penangkaran biota laut, kini telah berubah karakteristiknya menjadi tempat bongkar muat,” ucap Robby.
Sebagai negara hukum, Indonesia memiliki peraturan yang jelas terkait dengan perlindungan lingkungan hidup. Hal ini termasuk dalam kegiatan pertambangan yang dilakukan di kawasan Taman Wisata Air Laut. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta Pasal 90 Ayat 1 Jo. Huruf 17 Ayat 1 c UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, yang telah diubah dengan Pasal 37 UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjelaskan bahwa melakukan kegiatan pertambangan di lokasi tersebut benteng hukum, dan dapat dikenakan pidana penjara selama 10 tahun serta denda pidana sebesar Rp 5 Milyar.
“Oleh karena itu, perlu adanya penegakan hukum yang tegas untuk mencegah terjadinya perusakan lingkungan hidup akibat aktivitas penambangan yang tidak sesuai dengan aturan tersebut,” tegasnya.(red)