Jadi Doodle Google Hari Ini, Cek Sejarah Singkat Rasuna Said
KENDARIEKSPRES.COM – Dalam rangka memperingati hari kelahirannya yang ke-112, Rasuna Said menjadi sosok dalam Google Doodle. Ternyata Rasuna Said adalah pahlawan Indonesia yang memiliki julukan menarik. Berikut sejarah singkat Rasuna Said.
Seperti yang dilansir titiktemu.co dari buku dengan judul “Rasuna Said: Lioness of the Indonesian Independence Movement” yang ditulis Sally White. Rasuna Said merupakan perempuan Indonesia yang lahir di Sumatera Barat tepatnya di Maninjau pada 14 September 1910. Kontribusi dan perannya dalam gerakan nasionalis menjelang tahun kemerdekaan Indonesia, membuatnya disebut Srikandi dan Singa Betina.
Kelahiran dan Pendidikan Rasuna Said
Rasuna lahir ditengah gejolak anti-kolonialisme di Indonesia. Pada abad itu, muncul konflik agama antar kaum. Rasuna berasal dari keluarga terpandang dan religius di desanya. Ia dibesarkan oleh pamannya karena ayahnya sering pergi untuk berdagang.
Setelah mengenyam pendidikan sekolah dasar, ia memutuskan melanjutkan ke Sekolah Putri Diniyah. Disana ia mulai mendidik anak-anak yang lebih muda. Kemudian pada 1926, Rasuna kembali ke Maninjau karena gempa bumi besar di Padang Panjang.
Di sana ia melanjutkan belajar agama di sekolah yang dipimpin Haji Udin. Ia belajar dari Haji Rachmany, seorang muslim reformis yang terlibat gerakan politik dan agama. Rasuna berhasil menyelesaikan kursus empat tahun hanya dalam 2 tahun. Pada usia belasan tahun, ia terjun ke dunia politik. ia memimpin beberapa organisasi yang kemudian menjadi anggota parlemen. Ia mengabdikan diri untuk mengajari perempuan tentang pendidikan.
Pendidikan selama 2 tahun itu membawanya berpartisipasi dalam gerakan nasionalis. Setiap malam Haji Rachmany berbincang dengan muridnya tentang gerakan nasionalis dan keinginan Indonesia untuk merdeka. Ia juga memberi kesempatan muridnya berpidato termasuk Rasuna.
Karir Politik Rasuna Said
Haji Rachmany memperkenalkan Rasuna Said ke dunia politik. Ia pernah tertarik pada sikap anti-kolonial dan anti-imperialis. Ia pun pernah terlibat dalam politik sayap kiri dan dikeluarkan saat ia mempertanyakan agama dalam partai tersebut.
Pada 1928, Rasuna bergabung dengan Partai Syarikat Islam. Ia memimpin di kantor pimpinan pusat cabang Maninjau. Pada 1929, ia kembali ke Padang Panjang dan menjadi asisten guru di Sekolah Putri Diniyah.
Di usia 19 tahun, ia menikah dengan Duski Samad yang merupakan guru aktif politik di Sekolah Thawalib Sumatera. Ia sempat ditentang keluarga atas pernikahan ini, tetapi ia memilih pasangan yang mampu berbagi aspirasi politiknya. Tindakannya menunjukkan kekuatan karakter dan pikirannya yang mandiri. Ia juga menjauh dari tradisi keluarga. Ia pun melanjutkan mengajar di Sekolah Putri Diniah.
Pergerakan Politik dan Rasuna Said Dipenjara
Singkat cerita, beragam opini muncul dari seorang nasionalis yang menyatakan bahwa peran perempuan dari pantai Barat cenderung tertarik gerakan politik. mereka lebih tajam daripada laki-laki. Oleh karena itu, Rasuna pun mendapatkan reputasi dan berani mengekspresikan ide-ide politiknya. Perannya dalam dunia politik membuat Pemerintah Belanda khawatir.
Rasuna dianggap sebagai perwujudan sosok dan semangat juang perempuan. Beliau dikenal oleh masyarakat pada November 1932 saat menjadi wanita pertama yang ditangkap dan didakwa Pemerintah Kolonial belanda karena dianggap menghasut dan menjelek-jelekkan Belanda ke masyarakat.
Saat terbebas dari penjara pada 1934, ia kembali ke Padang dan belajar selama 4 tahun di Pesantren. Ia memulai karir jurnalistiknya dan menulis beberapa kritik pedas kepada Belanda yang dianggap menyengsarakan Indonesia.
Pada 1942, ia bergabung dengan Pemuda Nippon Raya yang didirikan oleh Chatib Sulaiman yang bertujuan untuk kemerdekaan Indonesia. Jepang pun curiga dengan organisasi ini dan menangkap Rasuna, kali ini ia berhasil bebas.
Rasuna dianugerahi Pahlawan Nasional pada 13 Desember 1974. Ia menjadi wanita kesembilan yang mendapat gelar tersebut. Wanita-wanita itu diakui dalam perjuangan daerahnya melawan kekuasaan Belanda dan kontribusi mereka dalam gerakan perempuan, pendidikan, dan hak-hak perempuan.***